Artikel Kesehatan (Akselerasi Menuju Masa Depan (AKSELMAS) Bebas Stunting: Evaluasi Program dalam Pencegahan Stunting)

facebook sharing button
twitter sharing button
whatsapp sharing button
telegram sharing button
gmail sharing button
sharethis sharing button

Akselerasi Menuju Masa Depan (AKSELMAS) Bebas Stunting: Evaluasi Program dalam Pencegahan Stunting

Masalah stunting pada balita tetap menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia dalam konteks kesehatan. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan zat gizi yang kurang dalam waktu yang cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan. Stunting muncul pada dua sampai tiga tahun awal kehidupan, salah satunya dikarenakan pada usia tersebut laju pertumbuhan mencapai puncak atau tercepat sehingga membutuhkan asupan zat gizi yang banyak. Balita yang mengalami stunting akan memiliki tingkat kecerdasan tidak maksimal, menjadikan anak lebih rentan dengan penyakit dan di masa depan dapat berisiko pada menurunnya tingkat produktivitas. Pada akhirnya stunting dapat menghambat pertumbuhan ekonomi, meningkatkan kemiskinan dan memperlebar ketimpangan (Suriyati, 2023).

Indonesia merupakan salah satu negara dengan tingkat prevalensi stunting tertinggi ketiga di Asia Tenggara (SEAR), menurut laporan Ibrahim et al., (2021) yang diterbitkan oleh World Health Organization(WHO) mengenai prevalensi stunting pada anak di bawah umur. usia lima tahun. Gambaran umum mengenai status gizi balita dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, seperti penanda pembalikan gizi dan perawatan gizi sensitif, disajikan dalam Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2022. Di Indonesia, menurut Survei Status Gizi Indonesia (SSGI), proporsianak stunting pada tahun 2022 sebesar 21,6%. Prevalensi perawakan pendek menunjukkan penurunan dibandingkan tahun 2021 (24,4%) dan tahun 2019 (27,7%).Sedangkan berdasarkanRiset Kesehatan Dasar (Riskesdes),pada tahun 2018 proporsi anak stunting pada status gizi sebesar 30,8%. Prevalensi perawakan pendek menunjukkan penurunandibandingkan tahun 2013 (37,2%) (Munira, 2023).

Evaluasi program pencegahan stunting adalah proses penilaian atau mengukur hasil dan efektivitas suatu program pencegahan stunting atau kegiatan. Program program pencegahan stunting dapat dievaluasi pada berbagai tingkatan, mulai dari program pencegahan stunting berskala kecil hingga program pencegahan stunting berskala besar. Evaluasi ini dilakukan untuk memastikan bahwa program pencegahan stunting secara efektif mencapai tujuannya dan memberikan manfaat yang diharapkan kepada masyarakat, serta untuk mengidentifikasi daerah-daerah yang memerlukan satu atau lebih perbaikan (Abdillah and Maulana, 2024).

Evaluasi program pencegahan stunting dapat menggunakan teori PRECEDE-PROCEED model yang terdiri dari beberapa tahap penting yaitu tahap predisposisi: pada tahap ini, evaluasi bertujuan untuk mengukur tingkat pengetahuan, sikap, dan kepercayaan masyarakat tentang stunting sebelum dan setelah program promosi kesehatan dilaksanakan. Data ini penting untuk memahami perubahan persepsi masyarakat sebagai hasil dari intervensi yang dilakukan, tahap enabling: evaluasi pada tahap ini berfokus pada identifikasi faktor-faktor yang mendukung atau menghambat pelaksanaan program promosi kesehatan. Faktor-faktor ini meliputi ketersediaan sumber daya, akses informasi, dan dukungan kebijakan. Evaluasi ini membantu dalam menentukan sejauh mana lingkungan dan infrastruktur mendukung upaya pencegahan stunting, dan tahap reinforcing: pada tahap ini, evaluasi mengukur perubahan perilaku masyarakat terkait pencegahan stunting setelah mengikuti program promosi kesehatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui apakah program tersebut berhasil mengubah perilaku masyarakat dalam jangka panjang dan memberikan dampak positif yang berkelanjutan. Dengan menerapkan ketiga tahap ini, evaluasi program pencegahan stunting dapat dilakukan secara komprehensif, sehingga efektivitas program dapat diukur dengan lebih akurat dan dapat digunakan untuk perbaikan di masa mendatang. (Notoatmodjo, 2014).

Untuk meningkatkan efektivitas program promosi kesehatan mengenai pencegahan stunting adalah hal yang sangat penting. Berikut beberapa rekomendasi yang dapat dipertimbangkan dari artikel review mengenai evaluasi program pencegahan stunting sebagai berikut:

1. Pendidikan Kesehatan yang Luas: Memberikan pendidikan kesehatan yang meluas kepada masyarakat, terutama kepada ibu hamil dan ibu menyusui,

tentang pentingnya nutrisi yang seimbang selama kehamilan dan masa menyusui untuk mencegah stunting. Hal ini sejalan juga dengan penelitian Sewa et al. (2019) dengan judul Pengaruh Promosi Kesehatan Terhadap Pengetahuan dan Sikap Dengan Tindakan Pencegahan Stunting Oleh Kader Posyandu dan petugas kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Bailang Kota Manado, didapatkan hasil yang menyatakan bahwa peran dari kader tidak hanya dituntut tindakan tetapi teori atau wawasan serta pengalaman yang cukup sehingga kader posyandu yang berkualitas akan meningkatkan kualitas posyandu sehingga minat masyarakat ke posyandu semakin meningka. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari hasil analisis yang menyatakan bahwa petugas promosi kesehatan dan kader posyandu memiliki pengalaman kerja diatas 5 tahun bahkan 20 tahun bekerja rata-rata sudah memiliki pengalaman yang cukup serta wawasan yang sangat baik untuk bekerja di bidang tersebut dalam pemcegahan kasus stunting

2. Sumber Daya Kesehatan Kurangnya sumber daya manusia (SDM) di Dinas Kesehatan, yang mengakibatkan keterbatasan dalam merancang dan melaksanakan program penanggulangan stunting secara efektif. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Arumsari (2022) yang melakukan penelitian terkait Pelaksanaan Program Pencegahan Stunting diketahui semua informan menyatakan bahwa kurangnya petugas pelaksana kegiatan stunting di puskesmas menjadi tantangan yang dihadapi.

3. Kolaborasi Antar-Sektor: Melibatkan berbagai sektor, termasuk kesehatan, pendidikan, pertanian, dan pembangunan ekonomi, dalam upaya pencegahan stunting. Ini dapat melibatkan pengadaan makanan bergizi, akses terhadap air bersih, sanitasi yang baik, dan program program ekonomi untuk keluarga yang rentan. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Ramiza (2021), yang menyatakan kemitraan sebagai strategi efektif dalam pelaksanaan penanggulangan stunting. Kemitraan membantu dalam menyediakan sumber daya yang diperlukan untuk melakukan intervensi penanggulangan stunting, seperti pendanaan, peralatan medis, dan

infrastruktur

4. Pemberdayaan Masyarakat: Mengadakan program pemberdayaan masyarakat untuk meningkatkan kesadaran tentang stunting dan memberikan keterampilan yang diperlukan kepada ibu-ibu muda untuk merawat anak-anak mereka dengan baik. Sejalan juga dengan penelitian Mukarromah et al., (2021) yang berjudul Pemberdayaan Kader Posyandu Dalam Program Pencegahan Stunting Pada Balita di Masa Pandemi Covid-19 didapatkan hasil bahwa kerjasama antara kader posyandu dan petugas promosi kesehatan ada peningkatan pengetahuan mengenai edukasi stunting yang menggunakan media leaflet, brosur, poster, dan materi melalui powerpoint dengan nilai pre test dan post test menghasilkan nilai yang sangat memuaskan dari peserta. Materi pelatihan dan pengetahuan pemantauan gizi yang disampaikan, diantaranya konsep dasar posyandu, pengukuran status gizi, pengisian Kartu Menuju Sehat (KMS), penyuluhan kader posyandu dan pemberian makan bayi dan anak.

5. Pemantauan berat badan anak Sejalan juga dengan penelitian Ria Agustina et al, 2020 menyatakan bahwa ibu balita yang bekerja menjadi penghambat dalam pemberian ASI ekslusif, penganekargaman makanan juga belum dapat dikatakan berhasil karena pendapatan masyarakat yang minim memengaruhi konsumsi makanan masyarakat sehari-hari, sehingga penting untuk melakukan evaluasi program Kadarzi, mengingat masih terdapat balita yang menderita gizi kurang dan stunting setiap tahunnya.

6. Pemantauan dan Evaluasi yang Berkelanjutan: Melakukan pemantauan dan evaluasi yang berkelanjutan terhadap program-program pencegahan stunting untuk memastikan bahwa mereka efektif dan dapat disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat setempat. Perencanaan evaluasi program pencegahan stunting adalah langkah yang esensial untuk memastikan bahwa intervensi yang dilakukan efektif, efisien, dan berdampak positif pada pengurangan prevalensi stunting di masyarakat.

REFERENSI

Abdillah, M. S. and Maulana, A. (2024) ‘Evaluasi Program Rumah Desa Sehat (Rds) Dalam Pencegahan Stunting Di Desa Panduman’, Triwikrama: Jurnal Multidisiplin Ilmu Sosial, 3(6), pp. 1–18.

Notoatmodjo, S. (2014) Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Arumsari, W., Supriyati, D. and Sima, P. (2022) ‘Evaluasi Pelaksanaan Program Pencegahan Stunting di Era Pandemi Covid-19’, Jurnal Manajemen Kesehatan Indonesia, 10(2), pp.82–94.

Suriyati., Nopianto (2023) Stunting (Peran Kader Posyandu). Pekanbaru: CV Bertuah Indonesia Berkarya

Direktorat Jendral Kesmas Kementerian Kesehatan. (2018). Pedoman Strategi Komunikasi Perubahan Perilaku Dalam Percepatan Pencegahan Stunting di Indonesia. Kemenkes RI. (2019). Laporan Riskesdas 2018. Jakarta: Kemenkes RI. Notoatmodjo, S. (2018). Promosi Kesehatan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: PT Rineka Cipta.

Agustina, R., Utami, T. N., & Asriwati, A. (2020). Hubungan Perilaku Sadar Gizi Dengan Kejadian Stunting Balita Dan Evaluasi Program. Jurnal Keperawatan Priority, 3(2), (2020) 42-52.

Ramiza, R.H., Amalia, R. and Maharani, R.M. (2021) ‘Analisis Program PromosiKesehatan Dalam Pencegahan Stunting Di Puskesmas Kampar Kiri Hilir Tahun 2020’, Media Kesmas (Public Health Media), 1(3), pp.695–703.

Sewa, I (2019) ‘Kinerja Kader dalam Pencegahan Stunting: Peran Lama Kerja sebagai Kader, Pengetahuan dan Motivasi’, Jurnal Kedokteran Brawijaya, 30(4), pp.336–341

Ibrahim, I. A., Alam, S., Adha, A. S., Jayadi, Y. I., & Fadlan, M. (2021). Hubungan Sosial Budaya Dengan Kejadian Stunting Pada Balita Usia 24-59 Bulan di Desa Bone-Bone Kecamatan Baraka Kabupaten Enrekang Tahun 2020. Public Health Nutrition, 1(1). https://doi.org/10.24252/algizzai.v1i1.19079